Jumat, 11 Januari 2013

Budaya Minum Tuak Di Bumi Ronggolawe

Selain terkenal dengan minuman Legen yang rasanya cukup nikmat dengan sensasi segarnya, Kabupaten Tuban - Jawa Timur juga terkenal dengan minuman Tuak sehingga dijuluki Tuban Kota Tuak. Tetapi walau menggunakan bahan yang sama yaitu nira dari getah bunga Lontar atau siwalan, tetapi Tuak itu berbeda dengan Legen. 
 
 Tuak adalah Minuman yang berkadar alkohol cukup tinggi dan bisa memabukkan. Warna minuman ini putih seperti susu dan rasanya pahit. 
 
MInuman ini terbuat dari getah nira yang disadap dari bunga Siwalan atau Lontar ( Borassus Flabellifer ) ).
Proses pembuatan Tuak hampir sama dengan pembuatan Legen. Pucuk Bunga Siwalan  diiris secara tipis dan getah yang keluar ditampung pada ‘ Bumbung ‘, wadah terbuiat dari ruas bambu panjang 40-50 cm.

Bila pada pembuatan  Legen, bumbung itu harus dicuci bersih, namun untuk membuat Tuak ini Bumbung justru tanpa dibersihkan terlebih dahulu.
 
 Kotoran yang melekat pada bumbung itulah yang berpengaruh pada proses fermentasi pada air nira sehingga menjadi tuak.


Beberapa pembuat Tuak ada yang menambahkan irisan kulit pohon dari tanaman jambu, juwet atau jamblang, mengkudu atau Pace dan sebagainya. Tujuannya untuk memberi sensasi rasa tertentu yang berbeda pada tuak.Konon, peminum dan penikmat Tuak yang sejati bisa membedakan mana minuman tuak yang berasa jambu, juwet, mengkudu, pace dan sebagainya.

Di Kabupaten Tuban Jawa Timur , minum tuak sudah menjadi tradisi yang berlangsung sejak lama.
Di daerah yang berjulukan Bumi Ronggolawe ini  baik di tepi jalan raya, gang, lapangan , kebun atau sawah dan sebagainya  bisa dijumpai beberapa warga yang berkumpul bersama untuk menikmati minuman tuak sambil bercengkerama cukup lama. 
Saat minum tuak itu, mereka menggunakan  ‘ Centak ‘ , yaitu gelas yang terbuat dari bambu.Harga minuman tuak per Centak itu  berkisar Rp 1000.


Sambil minum tuak, mereka juga makan kudapan berupa Camilan ringan atau   ‘ Tambul ‘, yaitu lauk pauk yang dibungkus kecil dengan menggunakan daun pisang. Isi tambul itu bisa berupa belut goreng  , jerohan, ‘ Cecek ‘ ( kulit sapi ) yang dimasak dan diolah dengan menggunakan bumbu yang sangat pedas. 

Bahkan beberapa diantaranya da tambul dengan menggunakan daging dari hewan ‘ Nyambik ‘ ( biawak ) yang bentuknya seperti komodo dalam ukuran mini.

Faktor kesehatan dan kebersihan tampak  tak diperhatikan  saat mereka minum tuak itu. Selain lokasi untuk minumnya yang bisa di sembarang tempat, juga karena Centak yang digunakan untuk minum tuak laksana gelas bergilir yang digunakan antar peminumnya tanpa dibersihkan terlebih dahulu.


Walau bisa memabukkan,  Tradisi minum Tuak ini sampai saat ini masih tetap lestari di Tuban. Pihak pemerintah daerah setempat pun bersikap toleransi pada tradisi ini sejauh para penikmat minuman Tuak itu tidak mengganggu ketertiban dan keamanan di daerahnya.

Begitu juga sebaliknya, Para  peminum tuak itu sendiri juga bertoleransi untuk minum Tuak seperlunya saja tanpa sampai membuat mereka mabuk. Dalam hal ini ada pameo yang mengatakan kalau ada orang yang  mabuk dan membuat keonaran saat minum tuak berarti bukan warga Tuban penikmat sejati minuman tuak.
Apalagi ada anggapan bagi mereka bahwa minum tuak itu bisa membantu mencegah dan mengobati penyakit yang berkaitan dengan ginjal.

Walau mitos itu belum terbukti kebenarannya dan bahkan bisa bertentangan dengan ilmu kesehatan, dalam kesehariannya banyak warga Tuban yang meminum tuak sebagai minuman suplemen tradisional.
Yang menarik, dengan kadar alkohol yang cukup tinggipada tuak, pada medio September 2009 Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Dinas Pertambangan dan Energi kabupaten Tuban  mengembangkan minuman 'tuak' menjadi etanol yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak (BBM).

Uji coba toak menjadi etanol itu  hingga sekarang ini masih terus dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang ingin mempelajari teknis cara pemrosesannya.
Teknisnya pengolahan tuak menjadi etanol itu terdiri dari Tuak sebanyak 10 liter dan  dicampur dengan gula jawa. Setelah dilakukan fermentasi selama tujuh hari dan disuling menghasilkan 2 liter etanol.
Uji coba itu tentu patut untuk ditindak lanjuti agar dari Minuman Tuak yang bisa memabukkan ini bisa diambil manfaat positifnya.

Sebuah tradisi khas Tuban yang entah bisa bertahan sampai kapan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar