Kamis, 10 Januari 2013

Merajut Kenangan Indah Di Malioboro Yogyakarta

Malioboro adalah nama seruas jalan di pusat kota Yogyakarta. Nama jalan ini sangat populer sebagai lokasi wisata di kota ini.

Banyak wisatawan yang menyempatkan diri untuk mengunjungi lokasinya untuk merajut kenangan yang indah. 

Bagi mereka, berkunjung ke kota Jogjakarta terasa tak lengkap jika tidak mengunjungi kawasan Malioboro. 
Malioboro adalah nama seruas jalan di pusat kota Jogjakarta. Panjang jalan Malioboro itu sendiri sekitar 500 meter dan bersambung dengan nama jalan lainnya.  Nama Malioboro ini konon  merupakan nama seorang anggota pasukan kolonial dari Inggris yaitu Marlborough  yang pernah menduduki Jogjakarta pada tahun 1811-1816.


Tetapi lain jika dilihat dari segi sejarahnya menurut dalam tinjauan budaya. Jalan yang membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi.


Jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro.

Terletak sekitar 800 meter dari Kraton Yogyakarta, tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti “karangan bunga” menjadi dasar penamaan jalan tersebut.


Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan saat agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948 juga pernah menjadi lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.


Diantara anggota komunitas itu adalah Emha Ainun Najib , budayawan kondang yang lebih dikenal dengan nama Cak Nun. Budayawan yang identik dengan kelompok musik religi Kyai Kanjeng ini  bahkan menjuluki Umbu Landu Paranggi sebagai Presiden Malioboro.
 
Lokasi jalan ini tak jauh dari tempat-tempat yang menjadi Ikon Jogjakarta lainnya seperti Keraton Jogjakarta, Stasiun Tugu, Masjid Agung Jogjakarta, Pasar Beringharjo, Gedung Agung, Museum Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Oemoem 11 Maret 1949 dan sebagainya.
Berada dan melintasi kawasan Malioboro selain bisa untuk cuci mata, juga bisa menjadi tempat untuk berbelanja. Utamanya berbelanja oleh-oleh atau souvenir yang khas dan berkaitan dengan Jogjakarta.
Pasalnya, di kedua sisi  Jalan Malioboro terdapat banyak toko dan Lapak Pedagang dengan berbagai jenis dagangannya. Mereka ada yang menjual barang dagangannya dengan harga yang pas dan ada juga yang memberi penawaran harga jual terlebih dahulu.

Karena itu sebelum membeli, perlu untuk menyimak bahan dan kualitasnya sebelum memutuskan untuk membeli. Tentu saja dengan menawar harga barangnya terlebih dulu.
Pedagang di Malioboro didominasi dengan menjual dagangan berupa kaos-kaos dengan beragam tulisan dan gambar khas Jogja. Warna dan desainnya cukup menarik dan harganya berkisar Rp 15.000-Rp 35.000 per buah.
Begitu juga dengan dagangan berupa sandal beraneka bentuk dan warna yang menarik bisa menjadi souvenir dari Jogja.
Selain itu juga ada beraneka bentuk kerajinan dari kayu, kulit seperti wayang kulit dan sejenisnya, kerajinan dari bunga dan dedaunan kering, Blangkon ( penutup kepala khas Jawa), batik. dan sebagainya.
Tentu saja ada banyak pilihan oleh-oleh camilan atau kue-kue khas Jogja seperti Bakpia patuk dan sebagainya.
Bagi penggemar kuliner, diantara beraneka jenis Makanan Khas Jogja yang dijajakan disana, mencoba lezatnya makanan Gudeg yang terbuat dari nangka muda terasa sayang untuk dilewatkan.

=======================================================================
Break Session :


Swastika Ala Nazi Di Kelenteng Kwan Sing Bio 
Nuansa Seram Dalam Ritual Sumpah Pocong
Mengenang Gus Dur Di Kelenteng Boen Bio
Menikmati Surabaya Dengan Surabaya Heritage Track 
Legenda Kwan Kong Di Kelenteng Kwan Sing Bio


Suharto, Hercules Bergigi Baja Dari Tuban  
Masjid Aschabul Kahfie Di Dalam Gua Yang Unik 
Megahnya Istana Kaisar Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Nostalgia Masa Kecil Di Museum Anak Kolong Tangga

Ovi, Gadis Hulk Yang Perkasa Dari Tuban 
Menguji Nyali Di Tebing Watu Ondo
Mengenang Fenomena Aneh Gadis Kristal Di Tuban
Camilan Ampo Yang Terbuat Dari Tanah 
Ongkek Yang Langka Di Museum Kambang Putih Tuban 

Dinding Jebol Jejak Pelarian Pangeran Diponegoro
Foto Rongten Korban Santet Di Surabaya
Mobil Rolls Royce Kuno Milik Dinasti Sampoerna










================================================================

Penjual berragam kuliner khas Yogyakarta itu juga bisa Anda jumpai di sekitar Pasar beringharjo yang juga merupakan jejak bangunan kuno yang sudah dimodernisasi di Yogyakarta.
  
Namun perlu diingat, makanan ala Jogjakarta umumnya cenderung manis karena warga setempat biasanya menambah bumbu masakannya dengan gula merah ( Gula Kelapa ).
Diantara pedagang disana ada juga yang menyediakan jasa untuk membuat tato di tubuh dan melukis wajah baik secara langsung atau dengan bantuan media foto.
Seniman jalanan juga tampak menyajikan atraksinya menghibur warga yang ada di Malioboro. Mereka beraksi secara berkelompok dengan lokasi yang tetap. Aksi mereka yang berdiri rapi dan tertib di tepi jalan terasa tidak mengganggu kenyamanan pengunjung Malioboro.
Permainan musik mereka seperti ber-genre Bob Marley, Rastafara, dan Reggae. Cukup enak dan nyaman untuk didengar dan dinikmati.
Jalan Malioboro ini juga menjadi semacam galeri jalanan untuk memajang seni instalasi dari para seniman Yogyakarta.


Mereka memajang karyanya yang telah dikurasi oleh panitia pada lokasi-lokasi yang terbuka dan strategis sehingga bisa dinikmati oleh publik.
 
Sebagai ruas jalan utama di kota Yogyakarta yang dipenuhi dengan wisatawan, Malioboro juga menjadi salah satu rute jalan yang dilewati untuk kegiatan kesenian, budaya dan sebagainya yang diadalah oleh pemerintah daerah setempat dan pihak-pihak terkait.
Sangat berbeda dengan aksi pengamen jalanan yang biasa menyanyikan lagu-lagu pasaran seperti dangdut, campursari, pop, melayu, dan sejenisnya.
Bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana dan pemandangan Jogjakarta dengan tidak berjalan kaki bisa menggunakan Becak ala Jogja yang bentuknya khas atau Andong ( kereta kuda ) yang bentuk dan warnanya menarik .
Kawasan Jalan Malioboro ini senantiasa ramai selama 24 jam dengan berbagai kehidupan dan aktifitasnya.
 

3 komentar: