Hal itulah yang saya jumpai ketika menyaksikan karapan kerbau di Desa Lekong Kecamatan Alas di Pulau Sumbawa - Nusa Tenggara Barat.
Adu kerbau yang dalam bahasa lokal disebut dengan nama Barapan Kebo itu diadakan di sebuah lahan sawah dengan tanahnya yang berlumpur.
Lomba yang diikuti oleh ratusan pasang kerbau itu berlangsung sangat meriah sekali. Pengunjung antusias mendatangi lokasi lomba.
Begitu pula dengan para pedagang berdatangan kesana berharap meraup rezeki dari para pengunjung dengan berjualan aneka jenis dagangan.
Pasangan kerbau dengan joki dan tim suksesnya itu dipersiapkan pada salah satu bagian arena sebagai garis start.
Disana tampak beberapa panitia yang sigap mengibarkan bendera warna merahnya sebagai tanda kerbau siap untuk bertanding dan melaju.
Sedangkan di bagian arena lainnya tampak panitia lainnya dengan bendera warna yang sama juga sigap mengibarkan bendera warna merahnya ketika sang kerbau mencapai ke target sasaran.
Teknis pelaksanaan Barapan kebo ini sebenarnya sangat mudah dan ringkas. Sang Joki hanya perlu mengarahkan pasangan kerbaunya untuk menuju ke target sasaran berupa palang kayu yang berbentuk salib yang dipasang beberapa meter sebelum garis finish.
Palang kayu itulah yang harus diterjang atau ditabrak oleh kerbau. Tentu juga diperhitungkan lama waktu atau kecepatan laju kerbau sejak berangkat dari garis start menuju ke target itu.
_______________________________________________
Kerbau-kerbau yang paling cepat waktunya dan tepat menerjang target sasaran itulah yang menjadi pemenangnya. Sedangkan peserta yang tidak bisa mengenai target sasaran dinyatakan gagal atau didiskualifikasi.
Yang menjadi masalah utama adalah tak mudah untuk mengarahkan pasangan kerbau itu.
Butuh ketrampilan dan keahlian khusus dari sang Joki untuk bisa mengendalikan dan mengarahkan kerbaunya agar bisa tepat melaju dan mengenai target sasaran.
Belum lagi dengan konon adanya campur tangan ilmu gaib dari dukun kerbau dari sang lawan yang juga mengerahkan ilmunya untuk menggagalkan upaya kemenangan dari joki dan kerbau kompetitornya.
Karena itu tak jarang banyak kerbau yang arah lajunya keluar dari arena dan justru menuju ke deretan penonton.
Ada juga joki yang terpental dari tempat pijakannya di karapan kerbau itu dan jatuh ke genangan lumpur sehingga kerbaunya melaju sendiri atau melenggang santai di kubangan lumpur.
Jumlah pemenang dan hadiah dalam Karapan kerbau ini beragam tergantung besar kecilnya even lomba yang diadakan.Untuk Karapan Kerbau yang saya saksikan saat itu hadiah utamanya cukup menggiurkan karena berupa motor dan hadiah-hadiah lainnya.
Tak hanya itu saja karena pasangan kerbau yang menjadi pemenang bisa meroket harganya mencapai Rp 70 juta. Wow ..., pantas saja ada banyak peserta yang antusias mengikuti even lomba itu.
Barapan Kebo ini merupakan tradisi masyarakat Sumbawa sebelum masa tanam atau sesudah masa panen. Barapan Kebo dilakukan selain sebagai rasa syukur atas hasil panen, juga untuk menggemburkan tanah yang akan ditanam. Di samping itu, Barapan Kebo juga merupakan ungkapan rasa kegembiraan dan kebersamaan.
Barapan kebo dibagi menjadi beberapa kelas; mulai umur 2 hingga 5 tahun. Masing-masing kelas sudah ditandai sesuai dengan umur dan berat badannya. Yang menarik, tentu saja kerbau kelas A, yang berbadan kekar dan besar karena kecepatan kerbau-kerbau ini memang di atas kelas yang lebih kecil.
Barapan Kebo ini menjadi salah satu kenangan wisata yang cukup mengesankan yang saya jumpai di Pulau Sumbawa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar