Tugu Lilin , begitulah warga mengenal monumen setinggi sekitar 2 meter itu. Sebenarnya bentuk monumen itu tidak mirip dengan lilin karena berbentuk silinder dengan ujung atasnya yang meruncing dan berwarna hitam . Entah karena ujungnya yang sepintas mirip ujung lidah api pada lilin yang menyala yang membuat Sebutan Tugu Lilin itu diberikan untuk lebih mudah mengenali monumen yang ada di kawasan Istana Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Istana Presiden yang juga dikenal dengan Nama Gedung
Agung ini berada di pusat kota Jogjakarta. Tepatnya di ujung selatan jalan Akhmad Yani
dan berhadapan dengan Museum Benteng Vredeburg,bekas benteng pertahanan
jaman Belanda .
Kompleks Istana menghadap ke arah timur dan dibangun di atas lahan
seluas 43.585 M2.
Nama Gedung Agung itu berkaitan dengan salah satu fungsi gedung utama
istana, yaitu sebagai tempat penerimaan tamu-tamu Negara atau tamu-tamu
agung lainnya.
Gedung Agung ini merupakan salah satu istana dari keempat istana
kepresidenan lainnya di Indonesia, yang memiliki peran amat penting
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Sejak didirikan dua abad yang lalu hingga kini, Gedung Induk kompleks
Istana Kepresidenan Yogyakarta tidak pernah berubah; bentuknya sama
seperti ketika selesai dibangun pada tahun 1869.
Gedung Agung terdiri dari beberapa bagian yang tidak banyak berubah.
Terdiri dari gedung induknya yaitu Gedung Agung, dan juga wisma
-wismanya seperti Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar,
Wisma Bumiretawu, dan Wisma Saptapratala.
Selain keempat wisma tersebut, sejak 20 September 1995, kompleks Seni
Sono seluas 5.600 meter persegi yang terletak di sebelah selatan, yang
semula milik Departemen Penerangan, kini menjadi bagian dari Istana
Kepresidenan Yogyakarta.
Ruangan Induknya disebut Ruang Garuda dan berfungsi sebagai ruang resmi
penyambutan tamu negara atau tamu agung yang lain. Di ruangan ini
pulalah kabinet Republik Indonesia dilantik tatkala ibu kota negara
pindah ke Yogyakarta.
Di sisi selatan Gedung Induk terdapat Ruangan Tidur Presiden beserta
keluarga, sedangkan di sisi utara terdapat kamar tidur yang disediakan
bagi Wakil Presiden beserta keluarga, dan bagi tamu negara atau tamu
agung yang lain beserta keluarga.
Di bagian depan kanan Gedung Induk terdapat ruangan yang diberi nama
Ruang Soerdiman untuk mengenang perjuangan Panglima Besar Soedirman
dalam memimpin gerilya melawan Belanda.
Dari Ruang Garuda ke arah belakang terdapat ruangan besar yang lain,
yaitu Ruangan Jamuan Makan dan digunakan sebagai tempat jamuan makan
bagi tamu negara atau tamu agung yang lain.
Di belakang ruangan jamuan makan terdapat ruangan luas, yang berfungsi
sebagai Ruangan Pertunjukan Kesenian.
Bangunan lainnya adalah Wisma Negara yang dibangun pada tahun 1980.
Wisma yang mempunyai 19 kamar ini untuk bermalam para menteri dan
rombongan tamu negara.
Selain Wisma Negara, terdapat Wisma Indraphrasta.
Wisma ini merupakan wujud bangunan asli kantor Asisten Residen Belanda, penggagas awal didirikannya bangunan ini. Di kiri dan kanan belakang bangunan utama, di dekat Ruang Kesenian, adalah Wisma Sawojajar dan Wisma Bumiretawu. Wisma Sawojajar,di sebelah utara, disediakan bagi petugas atau rombongan staf Presiden atau tamu Negara. Sedangkan Wisma Bumiretawu disediakan bagi ajudan serta dokter pribadi Presiden atau ajudan dan dokter pribadi tamu negara.
Wisma ini merupakan wujud bangunan asli kantor Asisten Residen Belanda, penggagas awal didirikannya bangunan ini. Di kiri dan kanan belakang bangunan utama, di dekat Ruang Kesenian, adalah Wisma Sawojajar dan Wisma Bumiretawu. Wisma Sawojajar,di sebelah utara, disediakan bagi petugas atau rombongan staf Presiden atau tamu Negara. Sedangkan Wisma Bumiretawu disediakan bagi ajudan serta dokter pribadi Presiden atau ajudan dan dokter pribadi tamu negara.
Wisma Saptapratala terletak di sebelah selatan, berseberangan dengan
Wisma Bumiretawu . Wisma ini disediakan bagi petugas-petugas dan para
anggota rombongan presiden atau tamu negara.
Kompleks Seni Sono mulai dipugar tahun 1995 dan terdiri dari gedung
auditorium, gedung tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni, gedung
pameran dan perkantoran.
Gedung yang digunakan sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda
seni semula adalah bangunan kuno yang dibangun Belanda pada tahun 1911
dan terakhir digunakan sebagai kantor PWI / Antara.
Di halaman depan Gedung Agung "dijaga" oleh dua buah patung besar
Dwarapala yang juga disebut Gupala, masing-masing setinggi dua meter.
Kedua patung ini berasal dari salah satu tempat di sebelah selatan Candi
Kalasan.
Selain itu juga ada monumen yang disebut Dagoba yang terbuat dari batu andesit setinggi 3 meter di depan Gedung Induk. Monumen itu berasal dari Desa Cupuwatu, di dekat Candi Prambanan. Orang Yogyakarta menyebut Monumen Dagoba sebagai Tugu Lilin karena bentuknya seperti seperti lilin yang senantiasa menyala.
Selain itu juga ada monumen yang disebut Dagoba yang terbuat dari batu andesit setinggi 3 meter di depan Gedung Induk. Monumen itu berasal dari Desa Cupuwatu, di dekat Candi Prambanan. Orang Yogyakarta menyebut Monumen Dagoba sebagai Tugu Lilin karena bentuknya seperti seperti lilin yang senantiasa menyala.
Monumen itu melambangkan kerukunan beragama, yaitu agama Hindu Ciwa dan
agama Budha: agama Hindu Ciwa dilambangkan dengan Lingga, yang menopang
stupa sebagai lambang agama Budha.
Istana kepresidenan Yogyakarta dirikan pada bulan Mei 1824. Awalnya adalah rumah kediaman resmi residen Belanda Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825) yang bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan gedung Agung.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Istana kepresidenan Yogyakarta dirikan pada bulan Mei 1824. Awalnya adalah rumah kediaman resmi residen Belanda Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825) yang bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan gedung Agung.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Break Session :
Baca juga artikel-artikel menarik lainnya di Blog ini dengan Langsung KLIK Link di bawah ini atau kata-kata berwarna Biru lainnya :
OLeh-oleh Khas Tuban
Swastika Ala Nazi Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Nuansa Seram Dalam Ritual Sumpah Pocong
Mengenang Gus Dur Di Kelenteng Boen Bio
Menikmati Surabaya Dengan Surabaya Heritage Track
Legenda Kwan Kong Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Suharto, Hercules Bergigi Baja Dari Tuban
Masjid Aschabul Kahfie Di Dalam Gua Yang Unik
Megahnya Istana Kaisar Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Nostalgia Masa Kecil Di Museum Anak Kolong Tangga
Ovi, Gadis Hulk Yang Perkasa Dari Tuban
Menguji Nyali Di Tebing Watu Ondo
Mengenang Fenomena Aneh Gadis Kristal Di Tuban
Camilan Ampo Yang Terbuat Dari Tanah
Ongkek Yang Langka Di Museum Kambang Putih Tuban
Dinding Jebol Jejak Pelarian Pangeran Diponegoro
Foto Rongten Korban Santet Di Surabaya
Mobil Rolls Royce Kuno Milik Dinasti Sampoerna
Swastika Ala Nazi Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Nuansa Seram Dalam Ritual Sumpah Pocong
Mengenang Gus Dur Di Kelenteng Boen Bio
Menikmati Surabaya Dengan Surabaya Heritage Track
Legenda Kwan Kong Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Suharto, Hercules Bergigi Baja Dari Tuban
Masjid Aschabul Kahfie Di Dalam Gua Yang Unik
Megahnya Istana Kaisar Di Kelenteng Kwan Sing Bio
Nostalgia Masa Kecil Di Museum Anak Kolong Tangga
Ovi, Gadis Hulk Yang Perkasa Dari Tuban
Menguji Nyali Di Tebing Watu Ondo
Mengenang Fenomena Aneh Gadis Kristal Di Tuban
Camilan Ampo Yang Terbuat Dari Tanah
Ongkek Yang Langka Di Museum Kambang Putih Tuban
Dinding Jebol Jejak Pelarian Pangeran Diponegoro
Foto Rongten Korban Santet Di Surabaya
Mobil Rolls Royce Kuno Milik Dinasti Sampoerna
Sumur Gemuling Yang Keramat Di Makam Sunan Bejagung
Misteri Jutaan Ikan Keramat Di Gua Ngerong
Jejak Budaya Kerajaan Majapahit Di Candi Jabung
Aksi Premanisme Di Air Terjun Madakaripura
Ondel-ondel Betawi Yang Unik dan Artistik
Misteri Jutaan Ikan Keramat Di Gua Ngerong
Jejak Budaya Kerajaan Majapahit Di Candi Jabung
Aksi Premanisme Di Air Terjun Madakaripura
Ondel-ondel Betawi Yang Unik dan Artistik
================================================================
Arsitek Gedung Agung adalah A. Payen dan bentuk bangunan beraliran arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim Negara tropis.
Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830), yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung jadi tertunda.
Musibah / gempa bumi terjadi dua kali pada hari yang sama, menyebabkan tempat kediaman resmi residen Belanda itu runtuh.
Namun bangunan baru didirikan dan rampung pada tahun 1869.
Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan
Yogyakarta, yang kini disebut Gedung Negara.
Sejarah juga mencatat bahwa pada tanggal 19 Desember 1927, status
administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan
menjadi provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi residen,
melainkan gubernur.
Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 tersebut
menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya
pendudukan Jepang.
Beberapa Gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut adalah J.E
Jasper (1926-1927), P.R.W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M de
Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-1940), serta L Adam (1940-1942).
Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa
Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Riwayat Gedung Agung itu menjadi sangat penting dan sangat berarti
tatkala pemerintahan Republik Indonesia hijrah dari Jakarta ke
Yogyakarta.
Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta yang mendapat julukan Kota
Gudeg tersebut resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih
muda, dan istana itu pun berubah menjadi Istana Kepresidenan sebagai
kediaman Presiden Soekarno, Presiden I Republik Indonesia, beserta
keluarganya.
Pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta digempur oleh
tentara Belanda di bawah kepemimpinan Jenderal Spoor.
Peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer II itu mengakibatkan
Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, beserta beberapa pembesar
lainnya diasingkan ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Brastagi dan Bangka,
dan baru kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Mulai tanggal tersebut, istana kembali berfungsi sebagai tempat kediaman
resmi Presiden. Namun, sejak tanggal 28 Desember 1949, yaitu dengan
berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi kediaman
Presiden.
Sebuah peristiwa sejarah yang tidak dapat diabaikan adalah fungsi Gedung
Agung pada awalnya berdirinya Republik Indonesia (tanggal 3 Juni 1947).
Pada saat itu Gedung Agung berfungsi sebagai tempat pelantikan Jenderal
Soedirman, selaku Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Selain itu, selama tiga tahun (1946-1949), gedung ini berfungsi sebagai
tempat kediaman resmi Presiden I Republik Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya kini, lebih dari 65 kepala negara dan kepala
pemerintahan dan tamu-tamu negara, telah berkunjung atau bermalam di
Gedung Agung itu. Tamu negara yang pertama berkunjung ke gedung itu
adalah Presiden Rajendra Prasad dari India (1958).
Pada tahun enam puluhan, Raja Bhumibol Adulyajed dari Muangthai (1960)
dan Presiden Ayub Khan dari Pakistan (1960) berkunjung dan bermalam di
gedung ini.
Setahun kemudian (1961), tamu negara itu adalah Perdana Menteri Ferhart
Abbas dari Aljazair. Pada tahun tujuh puluhan, yang berkunjung adalah
Presiden D. Macapagal dari Filipina (1971), Ratu Elizabeth II dari
Inggris (1974), serta Perdana Menteri Srimavo Bandaranaike dari Sri
Langka (1976).
Kemudian, pada tahun delapan puluhan, tamu negara itu adalah Perdana
Menteri Lee Kuan Yeuw dari Singapura (1980), Yang Dipertuan Sultan
Bolkiah dari Brunei Darussalam (1984).
Tamu-tamu penting lain yang pernah beristirahat di Gedung Agung, antara
lain, Putri Sirindhom dari Muanghthai (1984), Ny. Marlin Quayle, Isteri
Wakil Presiden Amerika Serikat (1984), Presiden F. Mitterand dari
Perancis (1988), Pangeran Charles bersama Putri Diana dari Inggris
(1989), dan Kepala Gereja Katolik Paus Paulus Johannes II (1989),Yang
Dipertuan Agung Sultan Azlan Shah dari Malaysia (1990), Kaisar Akihito
Jepang (1991), dan Putri Basma dari Yordania (1996).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar