Kamis, 19 April 2012

Benteng Kong Hucu di Kelenteng Boen Bio


Jalan Raya Kapasan  dan sekitarnya di  SurabayaJawa timur  yang berada tak jauh dari Jembatan Merah yang legendaris  adalah merupakan kawasan Pecinan dengan banyak bangunan Kuno dan Bersejarah.

Di kawasan Pecinan itulah terdapat bangunan Kelenteng. Salah satunya adalah kelenteng Boen Thjian Soe yang lebih dikenal dengan nama kelenteng Boen Bio.



Kelenteng dengan Bangunan berwarna terang dan Mencolok ini berdiri pada tahun 1883 di lokasi pertamanya, Kapasan Dalam, Surabaya. Dalam bahasa fujian. Boen berarti Sastra / budaya, sedangkan Bio berarti kuli. Jadi Boen Bio berarti : kuil kesusastraan.



Klenteng yang  merupakan saksi bisu pertahanan terakhir dari kejayaan agama khong Hu chu di Surabaya  ini beda dengan kebanyakan klenteng karena tidak ada Patung Buddhamaupun Dewi Kwan Im. Ia juga tak memiliki patung dewa-dewi lain, yang lazim ditemui dalam klenteng Buddha maupun Taoisme. 



 Yang ada justru patung Khong hu Cu atau  lebih dikenal dengan nama Nabi Khong Co yang berada di depan altar sebelah kanan.
 
 
Kelenteng yang pernah mengalami pemugaran sejak 1903 dan  selesai pada tahun 1906  ini dahulu  kelenteng Boen Bio terletak di Kapasan dalam. Dengan bantuan dari para donatur, bangunan kelenteng kemudian dipindahkan  ke areal yang lebih luas di raya Kapasan nomor 131, hingga sekarang. 
Nama-nama donatur pemindahan kelenteng itu diabadikan pada prasasti yang berada di samping ruangan kelenteng.

Lim Seng Tee, pendiri industri  raksasa rokok Sampoerna, juga pernah berkutat di kelenteng  Boen Bio. Dia juga  pernah sekolah Tiong Hoa Hwee Koan, yang terletak di dekat Boen Bio. 


Dalam sejarahnya, Boen Bio ternyata juga merupakan " benteng terakhir " umat Khong Hu Chu pada saat itu dalam menghadapi Kristenisasi di kalangan orang Tionghoa. 


 Sejak 1907, pemerintah Hindia Belanda membuka Holland Chineesche School, sekolah-sekolah berbahasa Belanda untuk orang Tionghoa,  Selain itu Belanda juga  mendorong dan mendukung organisasi-organisasi Kristen Protestan dan Katolik, bikin untuk mendirikan sekolah-sekolah swasta. 

Tindakan Belanda itu membuat pihak dari Boen Bio khawatir  orang-orang Tionghoa akan meninggalkan agama leluhur mereka. Pada awal abad XX, Boen Bio bukan hanya rumah Ibadah. Ia juga menjadi tempat kegiatan Sosial orang-orang Tionghoa di Kapasan.

------------------------------------------------------------------------------------

Break Session :
 
=================================================================
 Memasuki kelenteng ini di depan bangunan kelenteng terdapat  dua buah Pilar  berhias Naga  dengan detail,  ornamen dan warna kuning emas dan biru laut yang sangat indah. 
 

Tepat di belakang pagar, terdapat sepasang patung Ciok Say, Singa Batu yang bermakna simbolis sebagai penjaga pintu masuk kelenteng dan penolak roh jahat.

Di ruang utama Kelenteng Boen Bio  ini juga terdapat dua buah pilar naga, yang melambangkan Tiong Si (  tenggang rasa ) , yang berarti bahwa dalam hidup ini sesama manusia harus bisa saling bertenggang rasa.
Tampak Menempel pada gebyok Kayu di bagian tengah atas adalah plakat bertuliskan Sen Diau Nan Cing ( Berkumandang ke Selatan).
 

Plakat itu konon adalah pemberian langsung dari Kaisar Cina, yang melambangkan penyebaran ajaran Khonghucu ke bagian Selatan Cina. Plakat itu dihiasi dengan ornamen naga dengan Kepala di bawah yang melilit tiang, yang berisi Lampu-lampu kecil pada langit-langit kelenteng.


Yang menarik di kelenteng Boen Bio juga terdapat pajangan Foto Gus Dur, ulama besdar dan Presiden ke-4  RI sebagai penghormatan atas jasa-jasa Gus Dur yang  membuka kembali kebebasan umat Tionghoa dalam menjalankan aktifitas tradisi dan budaya mereka di Indonesia.

 
 
Selain itu, hal yang menarik lainnya adalah beberapa bagian kelenteng Boen Bio memiliki nuansa klasik dengan sentuhan Artistiknya.Kelenteng Boen Bio merupakan salah satu kelenteng kuno dan bersejarah di Nusantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar