Selasa, 31 Juli 2012

Menikmati Gula Kacang Hijau di Kawasan Makam Sunan Ampel

Ketika menyusuri Kawasan Wisata Religi Makam Sunan Ampel di Surabaya, ada pemandangan yang menarik berkaitan dengan wisata kuliner. Di sekitar kawasan ini banyak terdapat warung yang menjajakan beragam jenis makanan , utamanya yang bercita rasa masakan khas komunitas Arab.


Salah satunya adalah depot milik Pak Aguk yang berada di Jalan KH. Mas Mansyur. Di warung yang cukup sederhana ini menyajikan menu masakan Jawa, sate kambing, gulai kambing dan sebagainya. Ada satu menu yang cukup menarik yaitu Menu Gulai Kacang Hijau.


Menurut Pak Aguk, sesuai dengan tradisi orang Arab, Gulai kacang Hijau itu biasanya disantap bersama dengan Roti Maryam  ( Roti Cane ).Penasaran dan tertarik dengan menu itu , saya kemudian memesan menu Gulai  Kacang Hijau plus Roti Maryam.


Sambil menunggu pesanan diolah , terasa cukup susah dan  unik juga  membayangkan pada awalnya bagaimana rasanya kacang hijau yang biasanya identik dengan makanan yang bercita rasa manis berpadu dengan gulau yang bercita rasa pedas itu.


Selang beberapa menit pesanan saya pun telah siap. Ternyata cukup banyak juga porsi gulai dengan potongan daging kambingnya yangcukup besar. Begitu juga dengan ukuran roti Maryam. Tak sabar ingin menikmati rasanya, saya pun segera menuangkan beberapa sendok kuah gulai itu ke atas  roti maryam.Kemudian secara perlahan menikmati roti maryam yang sudah bercampur dengan gulai kacang hijau itu. 


Aroma merica, jintan, kayu manis dengan rasa pedasnya cukup terasa pada kuah gulai. Pada kuah gulai itu terdapat campuran butiran kacang hijau. Entah bagaimana sejarahnya kacang hijau itu digunakan untuk campuran  gulai ini.


Bagi yang belum terbiasa dengan makaman Gulai Kacang Hijau seperti saya ini tentu terasa cukup aneh merasakan sensasi rasa menu yang satu ini. Apalagi ketika menikmatinya dengan roti maryam. Benar-benar terasa mengenyangkan karena roti maryam itu saja sudah cukup mengenyangkan saat dimakan tanpa campuran apapun.

 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Break Session :
Baca juga artikel-artikel menarik lainnya di Blog ini dengan Langsung KLIK Link di bawah ini atau kata-kata berwarna Biru lainnya :
  







================================================================


Melihat saya makan yang langsung menuangkan banyak kuah gulai di atas roti maryam. Pak Aguk kemudian datang dan menghampiri saya. Menurutnya, ada cara yang khusus dan biasa dilakukan oleh orang Arab kala menyantap gulai kacang hijau dan roti maryam agar bisa terasa nikmat. Yaitu dengan mengiris roti maryam dengan sendok dalam potongan kecil dan menuanginya dengan kuah gulai sedikit demi sedikit lalu menyantapnya secara perlahan.


Olala ..., ternyata cara saya menikmati Gulai kacang hijau itu keliru pada awalnya. Pantas saja rasanya cukup  aneh saat menikmati rasa masakan itu dengan sensasi yang mengenyangkannya.


Sambil makan, Pak Aguk menjelaskan bahwa usaha gulai kacang hijau milinya itu sudah berjalan cukup lama dan awalnya dirintis oleh ayahnya sejak tahun 1963. Selama ini cukup banyak orang yang tertarik dan berminat dengan menu itu, terlebih pada bulan Ramadhan. Harga seporsi gulai kacang hijau plus roti maryam itu cukup murah yaitu Rp 15.000.


Cukup murah juga karena porsinya yang banyak dan mengenyangkan. Dan yang lebih penting bisa menyicipi salah satu jenis khazanah masakan ala Arab.Seusai menikmati Gulai Kacang Hijau dengan roti maryam itu, perjalanan saya kemudian kembali berlanjut dengan  menyusuri jalanan dan suasana malam di Kota Pahlawan ini. 


 .








Mengenang Nostalgia Tuban Masa Lampau Melalui Foto-Foto Lama

Masjid Jamik Tuban itu tampak suram. Pada bagian atap kubah di sisi sampinya  ada yang berkarat. Tak banyak ornamen dan hiasan pada bangunannya. Pagar depannya hanya terbuat dari besi sederhana setinggi pinggang orang dewasa. Tiga pohon mangga tumbuh di halaman depannya.


Bagi yang belum pernah tahu, tentu tidak mengira kalau masjid kuno itu merupakan bangunan lama dari Masjid Agung Tuban yang saat ini tampak megah dan indah.

  
Itulah salah satu foto lama yang menampilkan kenangan dan nostalgia  tentang Kota Tuban - Jawa Timur. Foto-foto lama itu bisa dijumpai di Gedung Perpustakaan Kota Tuban yang berlokasi di Jalan Sunan Kalijogo.

Cukup menarik saat menyimak foto-foto lama itu. Begitu banyak perubahan dan pembanguan yang terjadi di Tuban selama ini. Ini terlihat dari sosok alun-alun kota Tuban pada tahun 1898 yang tampak luas namun cukup lengang. Hanya terdapat pohon beringin tua yang saat ini masih bisa dijumpai keberadaannya.

Hal yang sama juga tampak dari foto Masjid Astana di Kecamatan Jenu, sekitar 10 km arah barat dari Kota Tuban.

Begitu juga dengan sosok Pendapa Kabupaten Tuban dan Rumas Pringgitan ( kediaman ) Bupati Tuban tempo dulu. 

Di tampilkan juga rumah asisten Residen Tuban pada tahun 1880. Beberapa foto lama itu didapatkan dari Tropenmuseum Of The  Royal Tropical Institute yang berada di Belanda.

Sosok Presiden Soekarno yang berkunjung dan berpidato di  Tuban pada tahun 1952  juga bisa dijumpai. Tampak warga Tuban beragam usia bersiap dan menyambut Putra Sang Fajar itu dengan penuh antusias dan suka cita.

Di sisi lainnya ada juga pajangan foto tentang beberapa ibu warga Tuban yang berfoto bersama dengan berbusana Jawa yang klasik  dan masing-masing dengan posisi duduk di kursi.

 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Break Session :
Baca juga artikel-artikel menarik lainnya di Blog ini dengan Langsung KLIK Link di bawah ini atau kata-kata berwarna Biru lainnya :
  







================================================================
Yang menarik adalah foto Pabrik Gula Wringin Agung  dan  foto sebuah pohon raksasa pada tahun 1900 yang cukup tinggi dengan batang pohonnya yang cukup besar.

Saking besarnya, diameter pohon itu seimbang dengan puluhan orang yang berjejer bersama dan merangkulnya.

Walau tampak  sederhana, pajangan foto-foto lama di Perpustakaan Kota Tuban itu cukup memberi kesan yang mendalam. 


Dengan menyimaknya, kita bisa mengenang dan bernostalgia  sekaligus  berbagi kisah tentang Tuban pada masa lampau kepada lintas generasi.















Senin, 30 Juli 2012

Peduli Sejarah dan Budaya Ala Bol Brutu

Ada catatan yang menarik ketika saya menyimak pameran foto-foto Candi Marjinal di House Of  Sampoerna – Surabaya. Juni-Juli 2012.  Yaitu tentang komunitas  Gerombolan Pemburu Batu ( Bol Brutu ) sebagai pelaksana pameran itu.

Rasa salut dan kagum saya begitu membuncah pada aktifitas dan kegiatan Bol Brutu itu. Melalui karya foto-foto mereka yang saya repro dan tampilkan dalam blog ini, kita seakan diajak langsung menyimak benda-benda bersejarah yang terdapat di beberapa daerah di nusantara. Terasa seperti ikut terlibat dalam kegiatan itu dan berada langsung di lokasinya.

Secara perlahan namun pasti, komunitas dengan kepedulian pada benda-benda dan budaya yang bersejarah ini mulai menunjukkan eksistensinya dengan mendapatkan berbagai apresiasi dari berbagai pihak.
Karena pada dasarnya ,  Bol Brutu memiliki tujuan mulia, yaitu mengingatkan kita bahwa di suatu tempat di nusantara masih banyak  terdapat benda-benda bersejarah yang menyimpan ribuan cerita kehidupan pada masa lampau. Banyak diantara benda-benda dan situs-situs purbakala itu yang seolah terlupakan keberadaannya.

 
Komunitas ini terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Bol Brutu sebagai komunitas dimulai semenjak Oktober 2009 ketika Kris Budiman, Cuk Riomandha, Ery Jabo dan Putu Sutawijaya bersama-sama mengunjungi situs sejarah Kyai Sadrach di Purworejo, Jawa Tengah. 

Merasa cocok, kelompok yang belum punya nama saat itu kemudian kembali melakukan beberapa perjalanan lainnya dengan  mengunjungi aneka macam situs bersejarah mulai dari makam kuno, masjid dan klenteng tua, hingga gereja dan bangunan kolonial, serta situs prasejarah. Lokasi yang mereka kunjungi pada umumnya adalah situs marginal, yang hampir jarang didengar atau disadari keberadaannya oleh kebanyakan orang.


Pada bulan  Maret 2010, komunitas ini akhirnya diberi nama  ‘ Bol Brutu ‘ yang merupakan akronim dari Gerombolan Pemburu Batu.Sebagai ikon komunitas , Bol Brutu menggunakan Dewa Gana yang bertubuh cebol dan gendut. Bol Brutu itu sendiri diambil dari kata  dalam bahasa Jawa yang artinya organ pembuangan.

Mungkin penggunaan nama Bol Brutu itu setidaknya bisa menjelaskan salah satu tujuan komunitas ini yaitu memberikan perhatian pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya yang selama ini dianggap tabu, tidak penting dan marjinal.
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Break Session :
Baca juga artikel-artikel menarik lainnya di Blog ini dengan Langsung KLIK Link di bawah ini atau kata-kata berwarna Biru lainnya :
  







================================================================
Kegiatan Bol Brutu yang telah dilakukan selama ini diantaranya adalah menjelajah dan menelusuri situs-situs besersejarah seperti candi, prasasti, bangunan kuno, makam-makam kuno, masjid-masjid tua, bangunan-bangunan kolonial dan sebagainya.  Mereka juga mendokemntasikannya baik dalam bentuk foto, lukisan atau sketsa.

Setelah memiliki fanpage di Facebook, semakin banyak orang yang berminat untuk bergabung dengan komunitas ini. Anggota Bol Brutu itu sendiri dikenal dengan sebutan Brutuis.
Komunitas Bol Brutu selama ini sudah menjelajahi berbagai daerah di Yogyakarta, Magelang, Solo, Semarang, Kudus, Mojokerto, Malang, Surabaya, Lumajang, Blitar, Bali dan bahkan sampai ke Sumatera. 

Dengan adanya komunitas Bol Brutu ini, proses sadar dan peduli pada sejarah dan budaya Indonesia pada masa lampau  menjadi hal yang menyenangkan karena ‘  blusukan ‘ ( penjelajahan ) itu  dilakukan dengan santai sambil jalan-jalan, wisata kuliner, dan juga bisa menyalurkan hobi fotografi.

Bol Brutu juga aktif mengadakan pameran foto dan dilengkapi dengan beberapa  benda-benda purbakala di berbagai daerah. Uniknya dalam setiap karya foto yang ditampilkan itu tidak menampilkan lokasi obyek foto secara detail. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi niat jahat oknum yang ingin mendatangi situs-situs purbakala itu dan menjarahnya.
Selain itu, pada tgl  29 Januari 2012 , Komunitas Bol Brutu menggelar acara peluncuran buku setebal 104 halaman berjudul  "How Brutu Are You? Bol Brutu dan Situs-Candi Hindu-Buddha"  di Sangkring Art Project Nitiprayan, Yogyakarta.